Kemajuan teknologi dapat dirasakan baik secara
langsung maupun secara tidak langsung yang ditandai dengan kemajuan teknologi
disertai perkembengan penyebarluasan jaringan internet yang hampir mencakup
seluruh kepulauan Indonesia dan stratata sosial.
Akhir – akhir ini permainan elektronik atau
yang sering disebut dengan game online telah mengalami kemajuan
yang sangat pesat. Ini bisa dilihat di kota-kota besar, tidak terkecuali juga
kota-kota kecil, banyak sekali game center yang muncul. Asosiasi Penyelenggara
Jasa Internet Indonesia (APJII) baru-baru ini mengadakan survei pengguna
internet di Indonesia. Hasilnya adalah jumlah pengguna aktif internet Indonesia
sudah mencapai 63 juta orang, atau sekitar 24% dari total populasi Indonesia. Jumlah ini meningkat sekitar 8% jika dibandingkan dengan
tahun lalu, dimana saat itu hanya sekitar 55 juta pengguna saja. Pengguna
Internet terbanyak saat ini masih berada di Pulau Jawa. Posisi kedua diikuti
Pulau Sumatera, Sulawesi, Bali, dan Kalimantan. Sedangkan secara provinsi,
pengguna terbanyak ada di Jawa Barat. Lalu, diikuti Jawa Timur dan Jawa Tengah
Dunia internet berkembang begitu
pesat. Tidak hanya untuk browsing dan berinteraksi lewat situs jejaring sosial,
kehadiran internet juga dimanfaatkan sebagai sarana bermain game secara
bersamaan (multiplayer) melalui game online. Game online, secara gamblang
adalah game yang dimainkan dengan menggunakan jaringan baik LAN (Local Area
Network) atau internet. Biasanya, jenis game yang dimainkan adalah game
peperangan atau menyusun strategi. Bisnis warnet di Indonesia semenjak beberapa
tahun terakhir terlihat sangat pesat. Di beberapa warnet umumnya terlihat
dipenuhi oleh kalangan pelajar yang tak kelak selalu datang untuk menghabiskan
waktunya bermain game online dan terkadang mereka rela untuk tidak masuk
sekolah (bolos) hanya demi bermain game online. Permainan game online bagi
kalangan pelajar tingkat pertama hingga menengah bahkan anak-anak TK bukanlah
hal yang asing lagi di zaman sekarang ini. Banyak fakta yang kita jumpai,
dengan pergi survey ke warnet-warnet maka tidak jarang kita menemukan kalangan
remaja bahkan anak-anak yang sedang main game online. Dari berbagai warnet yang
bisa ditemui di sekitar Jakarta, hampir mayoritas ada pukul 07.00 sampai pukul
12.00 depenuhi oleh anak – anak dengan pakaian seragam sekolah yang sedang
bermain game online. Apa yang dilakukan pelajar tersebut terkadang tanpa
diketahui oleh orang tua mereka, ada saja alasan mereka untuk meyakinkan orang
tua nya, entah itu belajar di rumah teman, atau ada acara sekolah. Dalam hal
ini seharusnya para orang tua harus lebih memperhatikan lagi anak – anak
mereka, paling tidak mengetahui kemana mereka setelah pulang sekolah. Peran
orang tua dan lingkungan sekitar adalah factor penentu dari pengaruh remaja
dalam bermain game online. Dengan adanya dukungan/pengawasan dari keluarga dan
lingkungan sekitar, setidaknya bisa mengurangi dampak dan pengaruh dari game
online ini. Sehingga generasi penerus ini tidak terhanyut dalam perkembangan
teknologi yang nantinya bisa merusak masa depan mereka, bahkan bangsa kita ini.
Dilihat dari klasifikasi umur, pengguna
terbanyak Internet masih berusia 12-34 tahun, yang mencapai 64 persen dari
total pengguna. Game online sangat digemari oleh
masyarakat khusus nya remaja, remaja yang sudah terlalu asik bermain biasanya
akan lupa akan waktu dan tugas-tugas penting. Banyak sekali remaja yang rela
menghabiskan waktunya ber jam jam dan meningalkan kewajiban sekolah untuk
bermain game online.
Menurut Piaget, secara psikologis, remaja
adalah suatu usia di mana anak tidak merasa bahwa dirinya berada di bawah
tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak sejajar.
Memasuki masyarakat dewasa ini mengandung banyak aspek, lebih atau kuramg dari
usia pubertas.
Menurut Petro Bloss dalam
(Sarwono 2008) proses penyesuaian diri menuju kedewasaan, ada tiga tahap
perkembangan remaja:
- Remaja Awal (Early Adolescene) usia 12-15 tahun:
- Masih heran pada diri sendiri.
- Mengembangkan pikiran baru
- Cepat tertarik pada lawan jenis.
- Kurang kendali the “ego” (sulit mengerti dan dimengerti orang lain)
- Remaja Madya (Middle Adolescene) usia 15-19 tahun:
- Membutuhkan kawan-kawan
- Cenderung “narcistic” (mencintai dirinya sendiri, suka dengan teman-teman yang memiliki sifat yang sama / mirip dengan dia)
- Labil
- Remaja akhir (Late Adolescene) usia 19-22 tahun. masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai pencapaian lima hal sebagai berikut:
- Minat terhadap fungsi-fungsi intelektual.
- Egonya mencari kesempatan bersatu dengan orang-orang lain dan dalam pengalamam-pengalamam baru.
- Identitas seksual tidak berubah lagi
- Egosentrisme diganti dengan keseimbangan antara kepentingan sendiri dengan orang lain.
- Tumbuh“dinding” yang memisahkan diri priba dinya dan masyarakat umum.
Fenomena yang berkembang saat ini adalah
remaja lebih senang bermain game online, remaja fokus kepada layar komputer
permainan yang ada di hadapannya ketimbang berinteraksi dengan lingkungan
disekitarnya. Menurut Suci Ardianita Karina, psikolog di Rumah Sakit Khusus
Daerah (RSKD) Atma Husada Mahakam, game online memiliki dua sudut pandang yang
berbeda. Di satu sisi menguntungkan, tapi di sisi lain sangat merugikan. “Game
online bisa digunakan sebagai bahan penghilang stres, tapi kalau kelebihan
pasti kecanduan dan berpengaruh pada psikologi anak-anak”. Ketergantungan game
online yang dialami pada masa remaja, dapat mempengaruhi aspek sosial remaja
dalam menjalani kehidupan sehari-hari, karena banyaknya waktu yang dihabiskan
di dunia maya mengakibatkan remaja kurang berinteraksi dengan orang lain dalam
dunia nyata.
Cooper (Dyah, 2009) berpendapat bahwa
kecanduan merupakan perilaku ketergantungan pada suatu hal yang disenangi.
Dodes (Juneman, 2006) kecanduan terdiri dari physical addiction, yaitu
kecanduan yang berhubungan dengan alkohol atau kokain, dan non-physical
addiction, yaitu kecanduan yang tidak melibatkan alkohol maupun kokain, dengan
demikian dapat dikatakan kecanduan game online termasuk dalam non-physical
addiction.
Beberapa sebab yang membuat remaja kecanduan
game online, salah satunya adalah tantangan. “Dalam setiap game ada tantangan,
yang membuat pecandunya terus merasa tertantang, sehingga pada akhirnya, orang
yang kecanduan game akan merasa ketergantungan terus menerus dan tidak bisa
lepas dari game. Bila si pemain tidak bisa mengontrol dirinya sendiri, ia akan
jadi lupa diri. Si pecandu jadi lupa belajar. Bahkan saat belajar pun ia malah
mengingat-ingat permainan game.
Remaja bermain game online mempunyai motif –
motif yang berbeda, ada yang bermain game sekedar hobby, hiburan, pelampiasan
emosi, mencari teman, dan adapula yang bermain game sudah menjadi bagian
dirinya sendiri bisa disebut dengan kecanduan. Hal yang mengkhawatirkan, jika
remaja yang pada umumnya masih duduk di bangku sekolah menghabiskan waktu
dengan main game online dapat menyebabkan merosotnya prestasi belajar.
Ciri-ciri remaja yang kecanduan game-online
menurut Rachmat (2012) :
(1) Anak lebih banyak menghabiskan waktu
bermain game pada jam-jam di luar sekolah;
(2) Tertidur di sekolah;
(3) Sering melalaikan tugas;
(4) Nilai di sekolah jeblok;
(5) Berbohong soal berapa lama waktu yang
sudah dihabiskan untuk bermain game;
(6) Lebih memilih bermain game dari pada
bermain dengan teman;
(7) Menjauhkan diri dari kelompok sosialnya
(klub atau kegiatan ekskul);
(8) Merasa cemas dan mudah marah jika tidak
bermain game.
Perilaku kecanduan didasarkan teori hierarki
kebutuhan Maslow bahwa di dalam setiap diri individu ada dorongan untuk
memenuhi kebutuhan pada tiap tingkatan. Individu yang memiliki
kontrol diri rendah berpotensi mengalami
kecanduan karena individu tidak mampu memandu, mengarahkan, dan mengatur
perilaku.
Pengukuran kecanduan game online dilakukan
menggunakan aspek-aspek yang di
kemukakan oleh Chen dan Chang (2008) yaitu :
a). kompulsif;
b). penarikan diri;
c). toleransi;
d). hubungan interpersonal;
e). masalah kesehatan.